Senin, 22 Desember 2014

Cerita si Lembah Angin (Fanfiction dari Pendekar Tongkat Emas)

Warning : Layaknya The Raid yang filmnya memang bagus banget. Gak tahan aja buat bikin versi parodi filmnya itu. Hati-hati spoiler buat yang belom nonton. Setiap film itu sempurna....makanya kita perlu sedikit bercanda ^^

Namaku Lembah Angin. Aku murid paling bontot dari Guru Cempaka, pendekar yang suka masuk angin. Gara-gara penyakitnya itu, Guru Cempaka tak bisa lepas dariku. Sebab aku mewarisi ilmu pengobatan dari ayahku yang sangat sakti, yaitu Pendekar Tolak Angin.

pic cr to : kapanlagi,com


Sudah bertahun-tahun aku belajar sekaligus diurus oleh Guru Cempaka di padepokan silatnya yang terkemuka, yakni Padepokan Pendekar Tongkat Emas. Padepokan yang aku yakin begitu masuk abad 21 nanti bakal berganti nama jadi Padepokan Tongsis Emas.

Pendekar di zaman kami terkenal hobi saling membunuh untuk diakui eksistensinya. Jargon hidup mereka adalah : dibunuh atau membunuh. Kalau nanti jadi Padepokan Tongsis Emas, mungkin akan agak beda. Pendekar yang paling eksis adalah pendekar dengan paling banyak di tag di facebook, instagram, maupun path. Jargon hidupnya : difoto…..atau...cari celah biar bisa kepoto. (pokoknya mesti eksis!)

Selain aku, Guru Cempaka memiliki tiga murid lainnya. Kami semua bernasib sama, yatim piatu karena orang tua kami dibunuh oleh Guru Cempaka demi eksistensi tadi.
Murid paling tua adalah Biru. Nama lengkapnya : Tenda Biru Bin Janur Kuning. (Ini pendekar apa panitia kawinan ??!!)

Dia satu-satunya murid lelaki di perguruan dan paling jago. Pepatah “Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari” tak bisa berlaku baginya..sebab guru kami kencingnya jongkok. Kan…perempuan. 

Akibatnya, Biru pun harus kencing dengan jongkok. Begitu juga buang air besar. Sebab kami memegang prinsip : pipis sama rendah, boker sama aja.
Itulah akibatnya Biru tak bisa lebih sakti dari Guru Cempaka.

Murid kedua adalah Gerhana. Anak dari pendekar Golok Wangi dan ibu bernama Pisau Dapur. Mereka adalah pendekar sakti dari perguruan Senjata Tajam.
Dulu, Gerhana memiliki kakak laki-laki yang bernama Kapak Merah.  Tapi Kapak Merah menjadi buron polisi karena hobi merampok di jalan raya. Akibat ulah kakaknya itu, perguruan senjata tajam jadi tercemar. Sang Ibu pun meruwat nama anak keduanya agar tak berbau senjata tajam…menjadi Gerhana. Yang sebenernya itu singkatan juga dari “Gergaji Hanyalah Nama”….Gerhana.

Murid ketiga adalah Merah Dara. Dia diurus oleh Guru Cempaka karena kasihan. Soalnya sejak ayahnya dibunuh oleh guru, ibunya sibuk pacaran dengan anggota band.

Merah Dara adalah putri dari Pendekar Putih Tulang. Dara juga punya kakak laki-laki yang bernama Ingus Ijo dan kakak perempuan bernama Pipis Koneng. Namun kedua kakaknya itu tak berniat jadi pendekar. Alih-alih ikut audisi pendekar sakti, kedua orang itu justru bikin grup buat audisi d’terong show.

Jumat, 19 Desember 2014

Sarapan dan Curhat Bareng Raditya Dika

Bukan. Raditya Dika bukan gantiin Mama Dedeh buat isi tausiyah dan dengerin curhat emak-emak saban subuh itu.

Di acara yang ini, kita semua sarapan bareng sambil ngobrol-ngobrol sama Raditya Dika soal dunia tulis menulis dan peluncuran buku barunya yang berjudul : Koala Kumal.

Acara ini sendiri rangkaian dari acara Kumpul PenulisPembaca 2014 oleh Gagas Media Group yang berlangsung tanggal 13 dan 14 Desember kemarin.



Nah, kebetulan dan Alhamdulillah banget, editor gue yang baik hati si Kakak Ry mengundang gue untuk hadir di acara “Breakfast with Author” di Soeryo CafĂ©. Selain ada Raditya Dika (yang emang udah ngetop banget), ada juga si Bene Dion. Penulis buku ‘Ngeri-Ngeri Sedap’ dan Stand Up Comedian itu.

Kalo dilihat di situsnya, acara ini sebenernya pake tiket seharga Rp 200 ribu. Berhubung dapat undangan gratis, tanpa ragu berangkatlah gue ke lokasi untuk mendapat ilmu dari para senior di bidang penulisan komedi ini.

Sampai sana sekitar jam 10, Raditya Dika udah duduk di depan dan berceloteh soal pengalamannya. Jujur gue bukan penggemar berat Raditya Dika (soalnya gue setia banget sama Super Junior  Iwan Fals) , tapi begitu mendengar cerita Bang Radit…rasa kagum gue kepada dia mulai tumbuh. Seiring dengan tumbuhnya rasa lapar di perut gue.

Dulu, gue berpikir mukanya Raditya Dika itu biasa aja. Pas lihat langsung untuk pertama kalinya, ternyata pikiran gue itu bener. Hahaha.

Dia emang biasa saja. Tapi begitu dia bicara, gue baru paham kenapa karya dia bisa laris manis dan digandrungi banyak orang.

Soalnya, dia emang seperti orang kebanyakan. Seperti temen-temen kita yang kalo lagi kumpul sukanya celain orang atau malah jadi bahan celaan. Seperti temen yang kalo dia gak datang, acara kumpul-kumpul jadi kurang riuh. Layaknya temen yang bisa diajak gila bareng dan sering ketimpa apes. Dia itu dekat.

Raditya Dika emang dekat, tapi gue lebih dekat ke piring-sendok-dan makanan


Lebih menarik lagi karena gue bisa melihat langsung bagaimana seseorang berkarya sesuai passionnya. Begitulah Raditya Dika…aura positifnya terpancar..sepaket sama aura apesnya.
Pasti kalian berpikir, apa sih ilmu yang bisa dipetik dari penulis komedi ? Mereka kan kerjaannya bercanda doang, kayak gak pernah mikir serius gitu.

Eits, jangan salah. Biarpun cuma satu jam setengah bersama Raditya Dika, ternyata percaya atau gak percaya dia banyak kasih inspirasi ke kita-kita.

Lalu dia bilang, “Lingkaran inspirasi itu gak pernah putus.”

Selasa, 09 Desember 2014

Review Buku : Attachments (By Rainbow Rowell)

“Do you believe in love at first sight?" she asked

He made himself look at her face, at her wide-open eyes and earnest forehead. At her unbearably sweet mouth.

"I don't know," he said. "Do you believe in love before that?”




Rainbow Rowell punya ciri khas dalam setiap karyanya : “manis”

“Manis”-nya itu seperti puding coklat dengan siraman sesendok fla vanilla. Pas dan ngangenin. 

Itulah yang saya rasakan setiap membaca buku karya Rainbow Rowell. Sejak baca “Eleanor dan Park”, saya sudah bersumpah tidak akan melewatkan karya-karya dia berikutnya. (lebay yes).

Cerita yang Rowell sajikan sebenarnya sederhana, namun menyihir. Ya seperti puding coklat, yang sekenyang apapun dan penuhnya perut sehabis menyantap nasi padang, jika ditawarkan puding untuk menutup hidangan …pasti sulit untuk ditolak.

Nah, tahu-tahu saat jalan-jalan ganjen di toko buku…saya ngelihat karya baru pengarang favorit saya ini. Judulnya “Attachments”.

Sinopsis di balik buku tertulis, buku ini bercerita soal kehidupan seorang pegawai IT yang diam-diam jatuh hati pada salah satu jurnalis wanita. Mereka bekerja di satu kantor, sebuah harian lokal. Dia jatuh hati lantaran kerjaannya ‘memaksa’ dia untuk mengintip email-email pribadi pegawai kantor tersebut.

Beth, nama si Jurnalis Wanita. Sehari-hari menulis untuk kolom review film di harian itu. Ia juga intens berkomunikasi dengan sahabatnya,  Jennifer, seorang copy editor yang tengah menyiapkan diri untuk bisa menjadi ibu. Mereka berkomunikasi di sela-sela jam kerja dengan menggunakan email kantor. Bergosip macam-macam;  kehidupan percintaan, berburu diskonan, pekerjaan, keluh kesah soal kantor, dan sebagainya yang sangat khas perempuan.

Lincoln, nama si pegawai IT, semula hanya iseng memantau dan membaca percakapan kedua sahabat gengges itu. Sekedar mengisi waktunya yang sangat luang kala harus berjaga malam. Percakapan Beth dan Jennifer selalu masuk folder ‘flag’ Lincoln, karena penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.

Semestinya Lincoln memberi mereka peringatan, tapi tidak dilakukan. Ia terlalu asik membaca dan menyimak kisah mereka. Terutama gaya bercerita Beth. Ia suka diksi-diksi yang digunakan oleh Beth dalam menulis surat. Ia takjub dengan sudut pandang Beth dalam melihat sesuatu. Ia kagum dengan selera humor Beth yang menggambarkan kecerdasannya.

Ia jatuh cinta pada Beth. Meski belum bertemu dengannya.

Ah!