Selasa, 09 Desember 2014

Review Buku : Attachments (By Rainbow Rowell)

“Do you believe in love at first sight?" she asked

He made himself look at her face, at her wide-open eyes and earnest forehead. At her unbearably sweet mouth.

"I don't know," he said. "Do you believe in love before that?”




Rainbow Rowell punya ciri khas dalam setiap karyanya : “manis”

“Manis”-nya itu seperti puding coklat dengan siraman sesendok fla vanilla. Pas dan ngangenin. 

Itulah yang saya rasakan setiap membaca buku karya Rainbow Rowell. Sejak baca “Eleanor dan Park”, saya sudah bersumpah tidak akan melewatkan karya-karya dia berikutnya. (lebay yes).

Cerita yang Rowell sajikan sebenarnya sederhana, namun menyihir. Ya seperti puding coklat, yang sekenyang apapun dan penuhnya perut sehabis menyantap nasi padang, jika ditawarkan puding untuk menutup hidangan …pasti sulit untuk ditolak.

Nah, tahu-tahu saat jalan-jalan ganjen di toko buku…saya ngelihat karya baru pengarang favorit saya ini. Judulnya “Attachments”.

Sinopsis di balik buku tertulis, buku ini bercerita soal kehidupan seorang pegawai IT yang diam-diam jatuh hati pada salah satu jurnalis wanita. Mereka bekerja di satu kantor, sebuah harian lokal. Dia jatuh hati lantaran kerjaannya ‘memaksa’ dia untuk mengintip email-email pribadi pegawai kantor tersebut.

Beth, nama si Jurnalis Wanita. Sehari-hari menulis untuk kolom review film di harian itu. Ia juga intens berkomunikasi dengan sahabatnya,  Jennifer, seorang copy editor yang tengah menyiapkan diri untuk bisa menjadi ibu. Mereka berkomunikasi di sela-sela jam kerja dengan menggunakan email kantor. Bergosip macam-macam;  kehidupan percintaan, berburu diskonan, pekerjaan, keluh kesah soal kantor, dan sebagainya yang sangat khas perempuan.

Lincoln, nama si pegawai IT, semula hanya iseng memantau dan membaca percakapan kedua sahabat gengges itu. Sekedar mengisi waktunya yang sangat luang kala harus berjaga malam. Percakapan Beth dan Jennifer selalu masuk folder ‘flag’ Lincoln, karena penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.

Semestinya Lincoln memberi mereka peringatan, tapi tidak dilakukan. Ia terlalu asik membaca dan menyimak kisah mereka. Terutama gaya bercerita Beth. Ia suka diksi-diksi yang digunakan oleh Beth dalam menulis surat. Ia takjub dengan sudut pandang Beth dalam melihat sesuatu. Ia kagum dengan selera humor Beth yang menggambarkan kecerdasannya.

Ia jatuh cinta pada Beth. Meski belum bertemu dengannya.

Ah!


Siapa yang gak tergoda untuk membaca buku ini ??? Apalagi ini bercerita soal kehidupan seorang jurnalis wanita cantik berusia 28 tahun nan cerdas. Kok kayaknya saya banget! (Oke, mungkin untuk perkara cantiknya masih perlu diperdebatkan. Tapi perlu diingat, cantik itu relatif. PD itu mutlak. Jadi saya milih PD aja – PD kalo saya itu cantik).

Akhirnya, kesempatan untuk membaca pun datang. Setelah hampir 36 jam kerja non stop (akibat deadline dan piket yang datang bersamaan). Akhir pekan yang hanya bisa dinikmati satu hari lebih 8 jam kemarin saya gunakan untuk membaca buku ini.

Sekali buka, buku setebal 200 halaman ini pun tak bisa lepas dari genggaman.

Rowell, seperti biasa, bercerita dengan alur yang ringan dan memikat. Sudut pandangnya berganti-ganti, kadang kita ditempatkan sebagai ‘Lincoln’ saat membaca surat-surat Beth dan Jennifer. Kita dipaksa ikut menikmati rasanya jadi pegawai IT yang mengintip email pegawai kantor.

Kadang kita didepak untuk menjadi orang ketiga dalam membaca buku ini. Mengamati kisah percintaan Lincoln dan Beth dari luar. 

Beth sebenarnya ‘pernah’ melihat Lincoln. Tapi dia tidak mengenal Lincoln, karena jam kerja mereka yang berbeda dan ruang yang terpisah. Sesekali mereka berpapasan, biasanya ketika Beth lembur karena deadline.

Dalam surat-suratnya pada Jennifer, Beth menjuluki Lincoln sebagai “My Cute Boy”. Bodohnya, Lincoln tidak sadar bahwa yang dimaksud oleh Beth adalah dia. Dia baru sadar ketika Beth bercerita soal kedekatan “My Cute Boy” saat memperbaiki komputer salah satu rekan kerjanya.

Saat Beth bercerita soal “My Cute Boy” pada Jen, di sini kita bisa ikut merasakan betapa berbunga-bunga (dan GR setengah mampus) si Lincoln. Lincoln bahkan sampai mendaftar dan rajin ke Gym gara-gara tubuhnya dikomentari oleh kedua perempuan itu (supaya bisa lebih sempurna).

Lika-liku bagaimana kedua insan ini berupaya untuk mengenal sosok pujaan mereka pun dikemas lucu dan menggemaskan oleh Rowell. Belum lagi bumbu-bumbu ala ‘serendipity’ yang makin bikin penasaran.

At all, buku ini layak dibaca untuk mengingatkan kita ‘manis’nya rasa mengejar pujaan hati.
Buat saya pribadi, saya membayangkan Lincoln seperti Channing Tatum. Sebab, Beth menggambarkannya sebagai pria bertubuh sangat besar dengan paras yang imut.

Lalu, ketika harus membayangkan Beth..saya terpikir akan jurnalis perempuan di kantor saya yang biasanya mereview film. Mbak Leila S Chudori.
Tapi kan…..kayaknya ada yang salah ya kalo saya bayangin Mba Leila sama Channing Tatum. 

Saya juga ga berani mimpiin ada pegawai IT di kantor yang sekeren Channing Tatum di kantor. Kalaupun ada…pasti juga ga bisa jatuh hati ama saya. Secara email pribadi saya isinya cuma promo-promo diskonan toko onlen sama spam iklan alat pembesar payudara (well thanks to Y*hoo).

Well, beberapa deskripsi Rowell soal newsroom juga persis ama yang saya pikirin. Rowell bilang newsroom itu bagai decuteing factory. Dalam kasus saya sih…decuteing sekaligus weight-gaining factory. Sebab segala keimutan dan kelangsingan itu berangsur-angsur punah kaya dinosaurus kena meteor.

Oh, kecuali buat jurnalis tivi ya. Cute still exist in their dictionary. But for us, the print journalist, we must to look as tough as we can. That’s how we could get a story from sources. 

(I’ve tried to look cute, once. But it’s ended with me…gettin’ a poetry from one of my sources…every Friday. That’s my friend….verry horrible for me)

Fiuh….karena kesempatan saya sudah hilang untuk diam-diam disukai Channing Tatum di kantor. Semoga aja…ada seorang pria absurd di sana (yang setampan Channing Tatum) , nyasar ke blog absurd ini, suka sama-sama postingan absurd di sini, dan jatuh hati ama wanita absurd yang menulis semua hal gak penting ini. 

amin ...

(maafkan review berujung curcol ini)...

Tidak ada komentar: